Legenda Dewa Harem

Chapter 95: Tahan Imanmu Randika!



Chapter 95: Tahan Imanmu Randika!

Karena boneka ginseng ini sudah menghilang tanpa jejak, Randika tidak memiliki pilihan lain selain pulang ke rumah.

Setelah sesampainya di rumah, Inggrid ternyata belum pulang dan cuma ada Hannah dan Ibu Ipah.

"Wah nak Randika sudah balik." Seperti biasa, Ibu Ipah menyapanya dengan senyuman yang hangat.

"Hahaha aku pulang." Randika tersenyum lebar.

Hannah sedang menonton TV bersama Ibu Ipah. Ketika dia melihat Randika sudah pulang, dia menoleh sambil tersenyum. "Kak"

Hmmm?

Suara Hannah terdengar aneh tidak seperti biasanya, Randika merasakan firasat buruk dihatinya. Biasanya suara adik iparnya itu terdengar semangat dan tegas, akan tetapi sekarang terdengar lembut dan memelas. Randika mencium bau-bau masalah yang merepotkan.

Randika langsung bergegas menjawab. "Maaf aku perlu ke toilet, perutku sakit!"

"Kak, jangan kabur!" Hannah dengan cepat meraih tangan Randika.

Sialan, gadis ini ternyata ada maunya! Aku harus segera kabur darinya.

Di saat Randika berlari menaiki tangga, Hannah berhasil menyusulnya.

"Kak, kenapa kau berusaha menghindariku hari ini?" Tatapan mata Hannah terlihat seperti kucing yang memelas. "Apakah kau sudah tidak senang bersamaku?"

Randika dengan cepat menjawab. "Ha? Aku hanya sedang sakit perut! Aku ingin ke toilet dan beristirahat di kamarku."

"Apa ada yang sedang kau sembunyikan?" Kata Hannah sambil tersenyum.

"Sudah kita hentikan saja basa-basinya. Kau pasti minta sesuatu bukan? Sana pergi, aku tidak punya waktu luang." Tanya Randika.

"Hehe kakak tahu saja." Hannah langsung tersenyum lebar. Dan dalam sekejap dia merangkul kedua tangan Randika dan memasukkannya ke celah dadanya.

"Kak dengarkan aku dulu! Ayolah kak!" Hannah tahu bahwa melakukan hal ini akan membuat kakak iparnya luluh.

Tahan imanmu Randika! Tahan!

Kita harus bertahan dari kenikmatan duniawi ini! Sebagai kakak ipar kita harus menunjukan martabat kita!

"Percuma kamu bersifat manja seperti itu, kalau kakak berkata tidak ya tidak!" Randika berkata seperti itu meskipun dia menikmatinya.

Hannah tersenyum dan mengatakan. "Kenapa kakak menolakku terus? Apakah kakak membenciku?"

"Dari dulu aku membencimu!"

"Kau!" Hannah lepas kendali dan melepas tangan Randika. "Akan kubilang pada kak Inggrid kalau kau merabaku!"

Sialan, adik iparnya ini memang licik.

"Baiklah, baiklah, aku akan mendengarkanmu." Kata Randika dengan wajah malas.

"Kak, aku punya permintaan." Hannah tersenyum lebar.

"Aku akan mendengarmu dulu baru memutuskan." Kata Randika.

"Begini, kemarin kan kak Randika menunjukan kita kemampuan renang yang luar biasa. Sebentar lagi akan ada kompetisi antar sekolah dan kita ingin agar kak Randika menjadi pelatih kita. Bagaimana kak? Mau ya?"

"Tidak mungkin." Dengan cepat Randika menolak, lagipula kemampuannya ini mustahil untuk diajarkan. Masa dia akan mengajarkan tentang kultivasi dan tenaga dalam pada para perenang yang masih muda ini?

Lagipula, waktu adalah hal paling penting baginya, dia tidak akan membuangnya dengan mengajarkan beberapa bocah bagaimana caranya berenang cepat.

"Kak, kenapa kakak tidak memikirkannya dulu?" Hannah terdengar sedih. "Sebagai informasi, biasanya banyak perempuan cantik yang ikut berlatih juga. Mereka semua memakai bikini mereka, apakah kakak tidak tertarik?"

Hati dan jiwa Randika tercampur aduk. Apa yang dikatakan Hannah ada benarnya, banyak perempuan cantik di universitasnya itu. Tetapi itu saja tidak akan cukup membuatnya goyah.

"Tidak akan." Randika menolak sekali lagi. "Aku ini kakak iparmu tahu, aku sudah punya Inggrid!"

"Kak ayolah." Hannah mulai memohon, suaranya semakin terdengar manja. "Jangan cuma gara-gara Jimmy kakak menjadi malas mengajar mereka."

"Han apakah mereka membalas dendam padamu?" Randika mulai cemas.

Hannah tersenyum dan mengatakan. "Tidak terjadi apa-apa setelah itu. Semua berjalan seperti biasa kok."

"Kalau begitu kakak mau ya mengajari kami." Hannah masih berusaha terus.

Randika menatapnya sambil menampar dahinya. "Tidak akan."

Melihat Hannah yang masih rewel, Randika dengan cepat memberi penjelasan. "Han, kemampuanku itu tidak bisa diajarkan sembarangan. Tidak mungkin bisa mengajari mereka kemampuanku itu."

"Memangnya kemampuan apa itu?" Tanya Hannah penasaran.

"Bisa dikatakan itu kemampuan alami milikku. Sudahlah percaya aku, mereka tidak akan mungkin bisa sepertiku."

"Ayolah kak, jangan pakai alasan payah seperti itu. Dengan bantuan kakak, aku yakin sekolahku bisa menang mudah." Kata Hannah sambil tersenyum.

"Percuma kau terus memohon, aku tidak akan melakukannya." Randika menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu aku akan bilang ke kak Inggrid kalau kakak merabaku!"

"Han dia tidak akan percaya." Randika menghela napas, dia tidak menyangka Hannah masih menggunakan taktik licik itu.

"Kak kalau kau membantu sekolahku, aku akan..." Hannah tampak ragu dan menggigit bibirnya.

"Apa?" Randika penasaran.

"Aku akan membiarkanmu merabaku secara gratis!" Hannah mengeluarkan semua keberaniannya.

"Kau masih muda dan belum berkembang sepenuhnya. Meskipun punyamu besar, aku tidak tertarik dengan tubuh anak ingusan." Kata Randika dengan tegas.

Setelah mendengarnya, Hannah langsung pergi dengan muka marah.

Randika tidak peduli. Lagipula sikap Hannah yang seperti itu akan mereda dengan sendirinya setelah beberapa hari.

Tidak lama kemudian Inggrid pulang. Melihat ekspresi capek Inggrid, hati Randika terasa sakit.

"Sayang, kemarilah. Biarkan suamimu ini menghilangkan rasa capekmu itu dengan pijatannya." Randika tersenyum dan membawa Inggrid ke kamarnya dan memijatnya sambil duduk sambil menyalurkan tenaga dalamnya.

Setelah beberapa waktu, Inggrid merasa rasa lelahnya mulai hilang.

"Apakah hari ini banyak kerjaan di kantor?" Randika membuka perbincangan.

Inggrid menjawab. "Akhir-akhir ini banyak yang terjadi di kantor. Ditambah lagi aku besok sudah harus pergi."

Sebelumnya, Inggrid mengatakan bahwa kunjungan bisnis ini cukup penting jadi dirinya sendiri harus memastikan semuanya aman dan terkendali.

Randika lalu berpikir bahwa besok dia tidak ada kerjaan jadi dia dengan santai mengatakan. "Sayang, aku besok tidak ada pekerjaan mendesak, biarkan aku ikut bersamamu."

"Kau mau ikut?" Inggrid terkejut.

"Hahaha kenapa kau meragukanku seperti itu? Banyak hal yang hanya bisa dilakukan oleh suamimu ini lho." Randika lalu pura-pura marah. "Aku juga tahu bahwa kau pasti sedih apabila tidak melihat bokong suamimu ini sehari saja."

Ketika mendengarnya Inggrid tersipu malu. Randika benar-benar tidak berubah.

"Baiklah kalau begitu." Inggrid mengangguk. "Tetapi bagaimana dengan Hannah?"

"Biarkan aku memberitahunya bahwa aku juga akan ikut." Randika mengomel di hatinya, adik iparnya itu pasti masih cemberut dengannya.

........

Hari berikutnya Randika berangkat bersama Inggrid.

Sebelum berangkat, Randika sudah berpenampilan rapi dengan memakai jas berwarna hitam dan rambut yang tersisir rapi. Setelah sepagian diomeli oleh Inggrid, sekarang Randika terlihat tampan.

Tetapi tepat sebelum dia berangkat, tatapan Hannah pada Randika benar-benar tajam. Bahkan adik iparnya itu tidak berkata apa-apa pada dirinya!

Mengingat sifat adik iparnya itu, sepertinya perempuan satu itu sudah memikirkan rencana balas dendam buat dirinya ketika dia pulang nanti.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.