Legenda Dewa Harem

Chapter 89: Semua Hanyalah Masalah Waktu



Chapter 89: Semua Hanyalah Masalah Waktu

Ketika Randika naik ke lantai 2, dia bertemu dengan Inggrid yang hanya berbalutkan handuk. Sepertinya dia sedang mengambil hair dryer di kamar Hannah.

Hanya sebuah handuk yang menghalangi dirinya melihat tubuh bahenol dan sexy itu. Tetapi, justru pemandangan seperti ini memiliki sisi erotismenya tersendiri dan membuat Randika tersenyum lebar. Apalagi Inggrid sangat wangi sekali, Randika makin suka.

Karena dia dan Viona telah diganggu 2x, mungkin Tuhan ingin menebusnya agar dia bisa bermain dengan Inggrid.

"Istriku yang cantik baru selesai mandi ya." Randika memeluk Inggrid dari belakang.

"Hei jangan pegang-pegang." Kata Inggrid dengan nada dingin, tetapi dia tidak semarah seperti dulu. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan kegenitan Randika.

"Hahaha salahmu karena kau begitu menawan." Randika menghirup dalam-dalam di leher Inggrid dan Inggrid menatapnya tajam.

Tangan Randika semakin tidak sabar. Meskipun terhalangi handuk, Randika bisa merasakan kelembutan kulit Inggrid yang begitu luar biasa, dan dia benar-benar tahu bahwa istrinya ini tidak memakai apa-apa di balik handuk ini.

Ketika mengingat pakaian dalam Viona yang tadi, Randika makin tidak bisa menahan nafsunya.

"Sayang, kau begitu cantik hari ini." Randika lalu menghirup sekali lagi di leher Inggrid dan bermaksud ingin menciumnya.

Inggrid berpikir dalam hati bahwa pria ini lagi-lagi ingin mencabuli dirinya. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya tetapi, dari badan Randika tercium bau parfum.

Ketika Randika ingin menciumnya, Inggrid justru memeluknya erat. Randika mengira Inggrid malu-malu dan merasa bahwa reaksi hari ini Inggrid lebih imut daripada biasanya.

Inggrid justru ingin memastikan bau apakah yang dia cium itu? Setelah menghirupnya, jelas itu parfum wanita. Dalam sekejap ekspresi Inggrid menjadi dingin.

Dengan cepat dia mendorong Randika dan berkata dengan nada dingin, "Dari mana kau?"

Randika terkejut dan berkata sambil tersenyum, "Aku hari ini banyak urusan, petualanganku yang mana yang ingin kau dengar?"

"Sesaat setelah meninggalkan rumah dengan terburu-buru." Inggrid menajamkan tatapannya. "Ke mana kau pergi?"

Randika merasa aneh, kenapa tiba-tiba Inggrid bertanya seperti itu?

"Hahaha ternyata istriku mengkhawatirkanku ya?" Randika memeluk pinggang Inggrid.

"Siapa yang peduli sama kamu?" Inggrid langsung berjalan ke kamarnya. "Terserah kamu mau mengatakannya atau tidak."

"Ah! Maksudku bukan begitu." Melihat Inggrid yang segera meninggalkannya, Randika langsung menyusulnya.

"Aku ada urusan dengan salah satu bawahanku Viona, kamu ingat kan sama dia?" Randika dengan cepat meraih tangan Inggrid, menahannya agar tidak pergi.

"Urusan?" Inggrid penasaran, tetapi mengingat bau parfum yang menempel itu, entah kenapa hatinya terasa sedih.

"Perempuan muda yang cantik kapan hari itu ya, ada urusan apa kamu sama dia?"

"Aww Istriku ternyata cemburu ya." Randika tersenyum.

"HAH? Buat apa aku cemburu?" Inggrid tersipu malu dan langsung lari ke kamarnya. Dia sudah tidak mau berurusan dengan Randika. Tetapi, ketika dia membanting pintu kamarnya, Randika sudah berhasil menyelinap masuk.

"Sayang, aku benar-benar tidak ada maksud apa-apa." Randika segera menjelaskan. "Aku tidak tahu kalau kamu sudah mendengar kejadian boneka ginseng di perusahaan kita atau belum."

"Sekretarisku yang mengatakannya, aku tidak terlalu mempedulikannya."

"Boneka ginseng itu benar-benar penting bagiku. Viona menemukannya di sekitar perumahannya, mangkanya aku buru-buru pergi menemuinya. Boneka itu benar-benar sulit ditangkap." Randika kembali memeluk Inggrid dengan mesra.

"Baiklah aku percaya sama kamu. Sekarang keluarlah, aku mau pakai baju." Inggrid melihat keseriusan di mata Randika jadi dia mempercayainya.

"Sayang, apakah kau lupa kalau kita itu suami istri? Memangnya kenapa kalau kau pakai baju di hadapanku? Aku tidak keberatan melihat tubuhmu yang indah itu." Kata Randika sambil tersenyum. "Kau juga barusan meragukan kesetiaan suamimu, aku harus menghukummu "

Inggrid mulai pasrah menghadapi orang ini dan ketika dia hendak mendorong Randika, Randika justru mengangkatnya dan membantingnya ke kasur.

Randika dengan cepat menindih Inggrid dan berkata sambil tersenyum nakal. "Inilah hukumanmu hari ini."

Randika dengan cepat mencium Inggrid tetapi Inggrid berhasil menghindar.

"Cepat keluar sana!" Teriak Inggrid.

"Aku tidak akan ke mana-mana sebelum mendapatkan bibirmu yang cantik itu." Randika mulai sedikit kasar.

Ketika Inggrid ingin melepaskan diri, Randika memeluknya erat dan mereka berguling bersama. Sekarang posisi Inggrid berada di atas, di pelukannya Randika.

"Hahaha ternyata kamu ingin di atas?" Randika tersenyum. "Baiklah hari ini suamimu akan menurutimu."

Inggrid tersipu malu ketika mendengarnya. Ketika dia ingin memberontak, handuk di tubuhnya semakin melorot dan ini membuatnya tidak bisa bebas melawan.

"Kau tidak bisa ke mana-mana."

Randika juga menyadari handuk yang dipakai Inggrid hampir lepas. Senyumannya justru semakin lebar.

"Sayang, karena kau tadi meragukanku maka aku harus memberimu kejelasan bahwa kaulah satu-satunya untukku. Jadi jangan anggap hukuman ini sebagai hukuman, anggaplah ini sebuah pernyataan."

Inggrid semakin terpojok dan mengeluarkan jurus andalannya. "Jika kau tidak melepaskanku, aku akan memanggil Ibu Ipah."

"Tidak apa-apa, dia hanya akan mengira bahwa kita sedang bermesraan."

Setelah berkata demikian, Randika meremas pantat Inggrid. Serangan mendadak ini membuat Inggrid terkejut dan mengangkat badannya sedikit. Pada saat ini, handuk yang sudah hampir lepas itu akhirnya jatuh karena Inggrid mengangkat badannya.

Inggrid langsung menutup dadanya itu dengan memeluk Randika dengan erat, tidak ingin Randika melihatnya.

Di mata Randika, pegunungan yang besar itu penyet di dadanya. Benar-benar empuk dan nikmat.

Randika kemudian mengelus rambut Inggrid dan berkata dengan lembut. "Sayang, jangan khawatir. Aku hanya ingin menciummu."

Mendengar suara yang lembut itu, entah kenapa hati Inggrid menjadi luluh dan menutup matanya. Hari ini Randika terlihat tampan di matanya.

Randika lalu mengangkat dagu Inggrid dan menciumnya. Dalam sekejap, kelembutan bibir Inggrid segera menguasai dirinya.

Hari ini Randika telah berciuman dengan 3 perempuan berbeda. Harus dikatakan bahwa mereka semua memiliki teknik dan ciri khas masing-masing. Bibir Inggrid benar-benar lembut, berbeda dengan April yang sedikit lebih tebal dan cara berciumnya sedikit liar.

Setelah berciuman beberapa saat, Randika melepas pelukannya dan mengambil handuk yang jatuh itu dan menutupi tubuh mungil Inggrid.

"Selamat beristirahat cintaku." Kata Randika sambil berjalan keluar dan memberi kiss bye.

Inggrid hanya bisa menatap linglung ke arah Randika. Dia ingin marah pada pria itu tetapi perasaan hangat di hatinya membuat dia bingung dengan perasaannya. Inggrid berusaha tidak memikirkannya dan memakai bajunya.

..........

Keesokan harinya, ketika Inggrid keluar dari kamar dia bertemu dengan Randika.

"Selamat pagi sayang." Melihat Inggrid yang masih memakai piyamanya, membuat Randika berpikir kapan dia akan sekamar dengan Inggrid.

Sedangkan untuk hubungan badan, itu hanyalah masalah waktu. Yang terpenting adalah mereka harus tidur sekamar dulu.

Setelah mereka berdua sarapan bersama, mereka berdua pergi ke perusahaan bersama-sama.

Melihat kedua orang itu pergi bersama, Ibu Ipah bergumam pada dirinya sendiri. "Mungkin sebentar lagi aku harus memanggilnya tuan."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.