Legenda Dewa Harem

Chapter 75: Pondok Indah



Chapter 75: Pondok Indah

Pondok Indah adalah perumahan elit lainnya yang dimiliki oleh kota Cendrawasih. Tempat ini bukan hanya rumah orang kaya, pejabat-pejabat korupsi dan pemilik bisnis illegal tinggal di tempat ini. Bisa dibilang perumahan ini adalah perumahan orang pendosa.

Wajah Randika menunjukkan kejijikan ketika dia mengingat fakta tersebut.

Tanpa butuh waktu lama, tubuhnya sudah menjadi gumpalan asap dan menuju rumah N/23.

Jika kau berani menyuruh orang untuk membunuh, berarti kau sudah siap untuk dibunuh juga.

Sebelum tiba di luar rumah Satria, Randika yang pejalan kaki itu sangat mencolok. Para petugas keamanan menyadari kejanggalan ini dan melaporkannya melalui HT. "Lapor! Terlihat target mencurigakan di luar rumah!"

"Laporan diterima!"

Randika masih memperhatikan sekeliling rumah dan menyadari ada beberapa orang yang bersembunyi di balik kegelapan.

Randika lalu menghela napas dan meloncat melewati pagar. Tiba-tiba, beberapa petugas dan orang-orang yang bersembunyi itu sudah membidik Randika dengan pistolnya!

"Siapa kamu!" Salah satu petugas maju dan bertanya.

"Aku mencari seseorang." Kata Randika dengan wajah datar.

"Siapa?"

"Satria, pemimpin dari Perusahaan Galaksi."

Para petugas ini mulai ragu. Pemuda ini terlihat tenang dan jujur tetapi dia sudah meloncati pagar rumah tuan mereka. Apakah dia tamu atau musuh?

"Siapa namamu? Aku akan melaporkannya ke atas." Petugas itu meminta Randika tidak bergerak. "Setelah mendapat balasan, kami akan mengabarimu."

"Oh?" Randika sudah malas untuk berbasa-basi. "Namaku Randika, aku orang yang majikanmu cari selama ini. Lagipula, aku bisa menerobos masuk dan mencarinya sendiri kalau aku mau."

"Kau!" Petugas itu hendak memborgol Randika tetapi dalam sekejap Randika menendangnya dengan keras. Orang-orang yang berada di balik kegelapan langsung menembakkan pistol mereka.

DOR!

Reaksi mereka cepat tetapi Randika lebih cepat lagi!

Sesaat setelah peluru itu melesat, Randika sudah menghilang dan peluru itu terbenam di tanah.

Orang itu menghilang!

Ketika mereka semua mencari di mana keberadaan Randika, tiba-tiba matahari tertutup oleh bayangan dan ternyata itu Randika yang meloncat tinggi!

Ketika mereka menoleh ke atas, Randika sudah melemparkan jarum akupunturnya ke arah mereka semua.

Semua orang terkejut dan tidak bisa menghindar, jarum itu menancap di dahi mereka. Saat itu juga, sensasi terbakar langsung menyebar di seluruh tubuh mereka!

"Ah!"

Saat raungan kesakitan ini terdengar, para pengawal yang ada di dalam rumah segera berlari menuju mereka. Yang mereka lihat hanyalah para petugas keamanan yang telah pingsan dan seorang pemuda yang berdiri di tengah mereka.

Tanpa ragu-ragu, para pengawal elit ini segera mencabut senjata mereka dan menembakkannya.

DOR! DOR! DOR!

Namun, mereka hanya menembak udara kosong.

Apa yang sedang terjadi?

Semua pengawal itu terkejut, mereka telah melatih keahlian menembak mereka setiap saat bukankah harusnya lawannya itu sudah terkapar di tanah?

"Kalian mencariku?" Suara itu muncul di belakang mereka. Seketika itu juga mereka terkejut karena musuhnya sudah ada di belakang mereka!

Saat mereka hendak menoleh, Randika sudah bergerak kembali. Dengan kedua tangannya itu, dia memukul kedua pengawal dengan sangat cepat dan keras. Keduanya langsung pingsan di tempat.

Di satu sisi, ada seorang pengawal yang menghunuskan pisaunya. Randika segera mencengkram pergelangan tangannya dan merebut pisaunya lalu menancapkannya di perut orang tersebut.

Di saat kedua pengawal lainnya membidik Randika, mereka kehilangan sosok Randika lagi. Yang mereka ingat terakhir hanyalah sebuah kaki yang menendang mereka tepat di wajahnya. Mereka terpental jauh sampai menatap tembok.

Satu per satu pengawal itu tumbang dan pingsan. Randika lalu berjalan santai sambil bersiul ketika memasuki rumah.

Saat Randika masuk melalui pintu, dia disambut oleh sebuah flashbang, itu benar-benar trik murahan. Di saat itu juga, rentetan senapan serbu menembakinya.

Setelah menghabiskan satu magasin penuh, para pengawal itu baru menyadari bahwa target mereka sudah tidak ada.

Randika, yang sudah bergerak secepat kilat itu, sudah berada di lantai 2. Dia malas berurusan dengan orang banyak dan sedang mencari bos terakhir.

Tetapi, di lantai 2 dia disambut oleh seorang pengawal asing yang tinggi dan kekar.

"Cukup sampai di sini saja perjalananmu, aku akan membunuhmu!" Kata orang asing itu dengan Bahasa Indonesia yang fasih.

Orang itu berlari dengan langkah kaki yang besar dan setiap hentakan kakinya menggetarkan lantai.

"Membunuhmu hanya butuh 1 detik." Kata Randika dengan santai.

"Mimpi!" Orang itu melayangkan sebuah pukulan keras ke wajah Randika!

Meskipun pukulan itu bertenaga, di mata Randika pukulan itu sangat pelan.

Orang asing itu benar-benar murka ketika melihat Randika hanya berdiri diam dan wajahnya terlihat menyebalkan.

Berani meremehkanku kau akan mati bocah! Pikirnya.

Namun, Randika hanya menggerakan satu kakinya dan orang asing itu berhenti dalam sekejap. Satu cm lagi pukulannya akan mencapai wajah Randika namun Randika benar-benar menghancurkan bolanya dengan tendangan yang keras. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi.

Orang asing itu segera berlutut kesakitan dan dipukul keras oleh Randika hingga pingsan.

Setelah membereskan orang itu, Randika masuk ke dalam kamar Satria yang sudah tidak terjaga.

Satria menatap Randika dengan tubuh yang gemetar tanpa henti.

"Siapa kamu? Berani-beraninya kau menerobos masuk ke rumahku!" Satria tidak habis pikir. Belum sampai 5 menit petugas keamanan yang di luar mengatakan ada orang mencurigakan di luar dan sekarang orang tersebut sudah ada di hadapannya. Kekuatan orang itu benar-benar luar biasa!

Perlu diketahui bahwa petugas keamanan dan pengawal yang dipekerjakannya adalah mantan pasukan khusus dari militer. Setiap bulannya dia akan mengeluarkan 200 juta buat keamanan rumahnya dan hanya butuh 5 menit saja mereka semua tumbang.

"Ah aku memang orang biasa yang tidak terkenal, wajar saja kau lupa dengan wajahku." Kata Randika sambil tersenyum. Dia lalu mengambil sebuah kursi dan duduk di depan Satria.

Satria berpikir dalam hati, siapa orang yang berani melawannya di kota ini. Dalam sekejap punggungnya basah oleh keringat dan bertanya sambil menelan air ludahnya. "Kau Randika?"

"Ah aku tersanjung pemilik Perusahaan Galaksi bisa mengingat diriku." Randika mengangguk puas. "Benar aku Randika yang kau cari."

Kali ini Satria benar-benar skakmat. Kalau lawannya ini berada jauh darinya, dia bisa mengirim tim pembunuh ataupun wanita sexy untuk menjebak orang tersebut. Beda cerita kalau lawannya yang mendatanginya, dia sekarang sudah benar-benar tamat.

Satria menggertakan giginya dan mengatakan, "Maafkan aku telah menyinggungmu. Ini murni salahku, setelah ini aku ataupun anakku tidak akan pernah menyinggungmu lagi."

"Perusahaanmu telah merepotkanku berkali-kali, dan kau minta aku melupakan semuanya?" Secercah rasa jijik memenuhi wajah Randika. "Sepertinya kau masih belum mengerti situasimu saat ini?"

"Apa yang kau mau? Aku akan berikan semuanya asalkan nyawaku selamat." Satria langsung berusaha membeli nyawanya, karena yang paling penting baginya bukan kerajaannya ataupun keluarganya melainkan nyawanya sendiri.

"Wah tuan Satria salah paham. Bagaimana mungkin bos Perusahaan Galaksi mati begitu saja? Bisa-bisa dunia gempar mendengarnya." Kata Randika sambil tersenyum. "Aku tidak ingin apa-apa, aku hanya ingin memberi pelajaran padamu."

Mendengar kata-kata Randika, Satria terkejut. Jika orang ini datang untuk membuatnya cacat seumur hidup, lebih baik dia mati.

Randika berdiri dan Satria merangkak mundur sambil merinding. "Kau! Mau apa kau!"

"Kau milih yang mana? Tangan kirimu atau tangan kananmu?" Randika lalu membanting kursi yang didudukinya dan mengambil pecahan kayu yang runcing,

Melihat kayu tersebut, Satria tidak bisa berhenti gemetar. Dia merasa bahwa hari ini dia akan kehilangan salah satu tangannya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.